Paska aksi audiensi masalah Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang sempat anarkis di Gedung DPRD Kapuas Hulu beberapa waktu lalu, Polres Kapuas Hulu berusaha memberi pemahaman kepada masyarakat terkait bahaya PETI. Sebagai upaya memberi pemahaman tersebut, Polres Kapuas Hulu menggelar Forum Group Discussion (FGD) di Mapolres Kapuas Hulu, Senin 30 April 2018. Forum Group Discussion menghadirkan narasumber Ahli lingkungan dari Untan Pontianak, Dr. Nasiatun, S.H, M.Hum, Kepala Bidang wil II BBTNBKDS, Fery Ari Mozes Liuw, S.Hut, M.Sc, Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM, Ir. Sigit Nugroho Wahyu Jatmiko, Kepala BPN, H. Handoyo Pramono, Kepala Bidang Kebijakan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan dan non Perijinan wilayah II DDMPTSP Provinsi Kalbar, Dayang Yuli Samsiah, SIP, MPP.
Selain itu hadir Asisten III Setda Kapuas Hulu, Drs. H. Muhammad Yusuf, Ketua DPRD beserta anggota, Wadir Krimsus Polda Kalbar, AKBP Samsu Bair, SIK serta seluruh Camat dan Kades se-Kabupaten Kapuas Hulu, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Tokoh Agama, Tokoh Adat serta tamu undangan lainnya yang berjumlah sekitar 200 orang. Kapolres Kapuas Hulu, AKBP Imam Riyadi, SIK menyatakan, konflik internasional memang didominasi Sumber Daya Alam (SDA). Hal ini dapat dilihat dari konflik di timur tengah, yakni masalah minyak. Lalu di kawasan laut cina selatan, terkait kekayaan lautnya. "Kapuas Hulu juga punya kekayaan alam luar biasa. Kekayaan tersebut harus dimanfaatkan sebaiknya-baikanya," papar Kapolres Kapuas Hulu.
Status konservasi harus memberi kemakmuran dan mensejahterakan masyarakat. Dari zaman nenek moyang mengandalkan keayaan alam untuk sumber kehidupan. "Dulu nenek moyang kita manual dalam mendulang emas di sungai, sekarang sudah ada yang mekanis (menggunakan air raksa),". Disisi lain, masyarakat banyak juga gunakan sungai sebagai sumber kehidupan. Ini tentu harus diakomodir juga. "Kalau kita sama-sama komitmen, jaga lingkungan dan pertambangan dilakukan secara prosedural maka tidak akan ada masalah (PETI) seperti ini,". Untuk memberi pemahaman terhadap masyarakat maka dihadirkan sejumlah narasumber berkompeten dalam Forum Group Discussion. Sehingga dapat membuka wawasan terkait pertambangan emas serta efek baik buruknya. "Kami hadirkan para narasumber untuk solusi masyarakat," kata Kapolres Kapuas Hulu.
Asisten III Setda Kapuas Hulu, Drs. H. M. Yusuf menyatakan, bahwa pertambangan rakyat memang dirinya lumayan paham. "Sedikit banyak saya tahu tentang pertambangan, karena lima tahun terakhir saya di Dinas Lingkungan Hidup (LH),". Menurut Asisten III Setda Kapuas Hulu, sejak zaman Belanda sudah ada pertambangan emas di Kapuas Hulu. Bahkan di Kapuas Hulu sudah ada WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) akan tetapi wilayah itu tidak ada potensi pertambangannya (emas). "Maka masyarakat pindah-pindah menambang sehingga perizinan sulit diberikan oleh Pemerintah, itu terjadi waktu kewenangan pertambangan masih di Kabupaten,". Wilayah Pertambangan Rakyat hendaknya jangan diberikan pada lokasi yang tidak ada potensi. Kalau demikian masyarakat akan terus berpindah-pindah menambangnya. "Masyarakat yang bekerja menambang itu serba sulit, mereka sebetulnya tidak banyak dapat untung, orang yang banyak untung itu cukongnya (pemiliknya) maka mereka mampu modalkan untuk beli mesin dan sebagainya untuk PETI," papar Asisten III Setda Kapuas Hulu.
Waktu di Dinas Lingkungan Hidup, lanjut Asisten III Setda Kapuas Hulu, sudah dilakukan sampeling terhadap sungai Embau yang mengalir ke Jongkong dan sungai Bunut yang mengalir ke Nanga Bunut. Kondisinya susah (tidak layak) untuk mandi dan minum. "Setiap marak PETI, kualitas air akan menurun. Itu pernah diuji laboratorium, karena di Dinas Lingkungan Hidup dulu ada labnya,". Kemudian di sungai Kapuas di Putussibau juga sudah ada kontaminasi merkuri. "Lima tahun lalu sudah diuji cuma tidak di ekspos waktu itu, yang dilakukan Pemerintah dan Aparat adalah mencegah pertambangan emas di hulu kapuas," ungkap Asisten III Setda Kapuas Hulu.
Tentang pertambangan dan kehutanan sekarang sudah jadi wewenang di Provinsi. Seiring perpindahan kewenangan itu, belakangan terakhir PETI semakin marak. Kalau itu tidak di tindak oleh Aparat akan susah mengembalikan ekosistem yang rusak kedepannya. "Polisi dalam hal ini hanya menegakkan Undang-undang atau aturan, demi kebaikan masyarakat," tegas Asisten III Setda Kapuas Hulu.